Labels

Minggu, 30 November 2014

SERTIFIKASI, KOCOK ULANG!

SERTIFIKASI, KOCOK ULANG!
Oleh: Ahmad Lahmudin
Guru Honorer di Bekasi

Surat dari Anak-Anakmu di Sekolah

Bapak-Ibu guru..
Kami dengar engkau bertapa di Padepokan-Padepokan tersohor negeri ini; IPU, JNU, NIU..
Bapak-Ibu guru..
Kami dengar engkau terkena penyakit kronis sehingga harus meninggalkan kami untuk sekedar bertemu..
Bapak-Ibu guru..
Kami dengar engkau diberi pil Parto kena Polio sehingga engkau harus terbang ke negeri antah berantah mencari Suripikat tanpa malu-malu..
Bapak-Ibu guru..
Kami dengar engkau kembali diberi Pil PG oleh maha guru sehingga hilang dalam sembilan hari penyakit darimu..
Bapak-Ibu guru..
Kami dengar penyakitmu tak kunjung sembuh. Kini kembali engkau diberi pil PPG. Tubuhmu mengejang, merintih oleh sebab obat baru..
Bapak-Ibu guru..
Salam teruntuk maha guru..
Kami yang lebih tahu perihal obat penyakitmu..
Engkau hanya butuh kredit murah rumah guru..
Engkau hanya butuh beras murah teruntuk guru..
Hanya itu..

                                                                                                   19 Desember 2012
Puisi di atas penulis tulis saat mengikuti program sertifikasi. Sebagai luapan gundah hati merasakan carut marut pendidikan di negeri ini.
Berawal dari UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 yang mengamanatkan program sertifikasi sebagai salah satu upaya mengurai problem pendidikan nasional terutama yang ada di tenaga pendidik. Namun belakangan banyak suara sumbang dari berbagai pihak, sebab tidak ditemukan korelasi yang meyakinkan antara lulusan sertifikasi dengan peningkatan kinerjanya, hanya sebatas sedikit peningkatan kesejahteraan bagi guru honorer.
Wajar bila harus ada kocok ulang terkait program sertifikasi, bukan untuk menghapus tapi mengembalikannya ke rel tujuan awal. Pertama, persoalan data base calon peserta sertifikasi yang akan mengikuti pendidikan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk. Para guru sering kali di buat putus asa menunggu kapan pemanggilan giliran. Nama di suatu saat muncul, di lain kesempatan hilang dan kembali harus mengulang mengirim pemberkasan. Belum lagi kualifikasi akademik yang terkesan abu-abu. Tes kompetensi yang hanya bersiat formalitas. Sampai kepada indikator kelulusan yang kurang transparan. Terlebih ada dua lembaga, Kemendikbud dan Kemenag yang sama-sama mengelola data guru menambah semrawut program sertifikasi.
Kedua, konten materi pembelajaran di LPTK. Kesan wajah proyek lebih menonjol ditampilkan oleh lembaga pendidik ketimbang kesan serius mengelola pembelajaran program sertifikasi. Pendekatan personal ke tiap-tiap peserta, baik budaya maupun sosial meski terlebih dahulu dikedepankan sehingga materi pembelajaran tidak melangit tapi membumi. Dosen pendidik sudah semestinya fokus mengajar peserta didik dengan melepas jadual di luar LPTK. Jangan hanya guru yang idealnya mengajar di satu tempat, dosen di LPTK pun mestinya demikian. Praktek mengajar bagi peserta didik mestinya dibuat silang, bagi guru yang berasal dari wilayah perkotaan ditempatkan di sekolah-sekolah terpencil, sebaliknya bagi guru yang berasal dari daerah terpencil ditempatkan di sekolah-sekolah perkotaan. Tujuannya agar tercipta kompetensi kepribadian dan sosail bagi peserta didik.
Ketiga, ini yang tak kalah penting, yaitu pengawasan pasca berada kembali di sekolah. Bentuk pengawasan bagi guru bersertifikasi saat ini boleh dibilang minim, baik meliputi kehadiran, jam mengajar, maupun kewajiban yang lainnya. Pengawas selama ini lebih banyak menunggu tidak menjemput bola dengan datang langsung ke sekolah, mengecek data riil setiap guru yang bersertifikat.
Ada baiknya pencairan uang sertifikasi bagi guru honorer dilakukan tiap bulan dan langsung ke rekening penerima tidak lagi parkir di tiap-tiap kabupaten. Selain ada kepastian pengelolaan keuangan bagi guru honorer juga meminimalisir pungli yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Demikianlah, mudah-mudahan program sertifikasi tidak malah menambah keruwetan persoalan pendidikan nasional. Memang harus dikocok ulang bukan untuk menghapus tapi pembenahan dari hilir ke hulu. Semua pihak yang terkait dengan pendidikan harus menyingsingkan lengan baju, rela berpeluh keringat untuk memperbaikinya. Jangan tunggu esok, tapi mulailah hari ini. Agar ketika matahari tertib di ufuk timur akan lahir guru yang profesional, punya kompetensi pedagogik, berkepribadian, dan berjiwa sosial tinggi. Bukankah siswa yang unggul, berkepribadian yang baik lahir dari guru yang baik pula? Semoga..           


0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers

About Me

Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Translate