Labels

Senin, 06 Oktober 2014

HIKMAH DI BALIK PERJALANAN IBRAHIM ALAIHISSALAM



HIKMAH DI BALIK PERJALANAN IBRAHIM ALAIHISSALAM

الله اكبر ۹  xالله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا. وسبحان الله بكرة واصيلا. لا اله الا الله والله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذى جعل اليوم عيدا لعباده المؤمنين. اشهد ان لا اله الا الله الملك المبين. واشهد ان محمدا عبده ورسوله رحمة للعالمين. اللهم صل وسلمْ على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه وتابعين وتابعى التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين.

Anak-anakku sayang..
Pagi ini, tepat tanggal 10 Dzulhijjah 1435 H, bersamaan dengan jutaan saudara kita yang lainnya, kita mengagungkan nama Allah seraya mengumandangkan kalimat takbir;
الله اكبر ۳ xلا اله الا الله والله اكبر. الله اكبر ولله الحمد
Jauh sebelumnya, lantunan suara tersebut terlontar lewat kekasih Allah swt, Ibrahim alaihissalam.
Kala itu, fajar 10 Dzulhijjah baru saja menyingsing di ufuk timur. Menjadi awal yang teramat berat bagi Ibrahim. Karena ada perintah dari Tuhan yang harus dijalaninya. Mengorbankan belahan jiwa, Ismail alahissalam, yang saat itu masih berusia 13 tahun. Ibarat bunga, Ismail adalah kelopak yang mulai mekar, menebarkan keindahan dan aroma mewangian. Terlebih, kehadirannya teramat dinanti setelah sekian lama berumah tangga mengharap kehadiran seorang anak.
Dengan meneguhkan hati, Ibrahim menghampiri Siti Hajar, Ibu Ismail.
“Dandanilah anakmu, Ismail. Aku akan membawanya kesebuah perjamuan hari ini!”
Hari itu Ismail memakai baju terbagusnya. Rambutnya hitam tersisir rapi. Harum minyak wangi, menebar dari tubuh Ismail. Dengan membawa segulung tali dan pisau besar, Ibrahim berangkat bersama Ismail menuju daerah Mina. Tidak pernah Iblis terlihat teramat kesal kecuali ketika melihat Ibrahim dan Ismail berjalan beriringan menuju tempat penyembelihan. Dengan tegak, Ismail berjalan di muka ayahnya.
Seraya menunjuk Ismail, Iblis menghampiri Ibrahim. “Tidakkah kau perhatikan anakmu. Jalannya tegak, badannya bagus, aliran cerita hidupnya indah?”
“Ya. Tapi Allah memintaku untuk mengorbankannya!” Jawab Ibrahim.
Gagal membujuk Ibrahim, Iblis mendatangi Siti Hajar. “Bagaimana engkau bisa duduk manis, padahal Ibrahim pergi membawa Ismail untuk disembelihnya?”
“Jangan mengada-ada. Bagimana mungkin seorang ayah tega menyembelih anaknya?” Jawab Siti Hajar.
“Untuk itulah Ibrahim membawa pisau!” Kata Iblis
“Lalu apa sebab ia hendak menyembelih putranya?” Sanggah Siti Hajar
Iblis pun berkata: “Ibrahim menyangka bahwa ia diperintah Tuhannya untuk menyembelih Ismai!”.
Dengan suara keras Siti Hajar menghardik serta mengusir Iblis yang menggodanya seraya berucap: “Hai Iblis..! Nabi-nabi tidak pernah diperintah untuk melakukan kabatilan. Kalau memang itu perintah Allah, jangankan hanya nyawa anakku. Nyawaku pun akan aku persembahkan!”
Iblis pun gagal mempengaruhi Siti Hajar. Maka Iblis masih berharap bisa membujuk Ismail untuk menggagalkan penyembelihan itu.
“Ismail.., kamu berjalan sangat riang dan senang. Padahal ayahmu membawa tali dan pisau untuk menyembelihmu!” Iblis mulai membujuk Ismail.
“Bohong! Ayah tidak akan menyembelihku!” kata Ismail
“Ayahmu akan menyembelihmu, karena ia menyangka bahwa itu adalah perintah Tuhan!”
“Ismail dengan tegas berkata: “Kalau memang itu perintah Allah, sami’na wa atho’na, saya tunduk!”
Ketika Iblis hendak melanjutkan bujukannya, Ismail mengambil batu dan melempar mata kiri si Iblis hingga buta.
Sesampai di Mina, dengan suara berat Ibrahim berkata;
يابُنىَّ إنّى أرى فى المنامِ أنّى أذْبَحُكَ فانْظُرْ ماذاترَى قال ياأبتِى اِفْعَلْ ماتُؤْمَرُ ستَجِدُنِى إنْ شاءَ اللهُ من الصابرين.
“Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”(QS. As-Shaaffaat: 102)

Demi mendengar jawaban Ismail yang mantap, Ibrahim bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kepadanya anak yang shalih.
Ibrahim mulai menghunjamkan pisaunya. Menekan dan memutarnya ke leher Ismail. Tapi aneh, pisau setajam itu ternyata tidak mampu melukai leher Ismail. Berkali-kali Ibrahim mencoba, namun tetap saja pisau itu tidak mampu melukai leher Ismail. Karena penasaran, Ibrahim menghantam sebongkah batu dengan pisaunya. Batu pun terbelah dua.
“Batu terbelah dengan pisau ini, tetapi daging leher tidak” Ibrahim membatin.
Dengan izin Allah, pisau itu lantas bersuara: “Engkau bilang: “potong!”, tapi Rabbul ‘alamin bilang:”jangan potong!” Bagaimana aku bisa patuh pada perintahmu dengan meninggalkan perintah Tuhanmu?”
Dalam kepasrahan total dan ketegangan yang memuncak, Allah berfirman:     
ونادَيْناهُ أنْ يَاإبراهيمُ. قدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا إنَّا كذالك نجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. إنَّ هذا لَهُوَ الْبلاؤُا الْمُبينُ.
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS. As-Shaaffaat: 104-106)

Kemudian Allah mengutus Jibril turun ke bumi, membawa seekor kambing gemuk dari surga. Jibril turun, sementara Ibrahim masih terus berusaha menyembelih putranya. Dengan penuh ta’dzim Jibril mengumandangkan takbir, “Allahhu Akbar, Allahu Akbar” Dijawab oleh Ibrahim, “Lailahaillah Wallahu Akbar” Ismail melanjutkan, “Allahu akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd”.

Anak-anakku sayang..
Akhir dari drama itu, Tuhan menyelamatkan nyawa Ismail dari pisau Ibrahim, sang ayah, dan kemudian digantikan dengan seekor kambing. Kisah penyembelihan Ismail inilah yang kemudian dijadikan rujukan disyari’atkannya penyembelihan hewan kurban. Kemudian apa pesan di balik perstiwa tersebut?
Pertama, kita diperintahkan untuk berkurban, tetapi jangan sekali-kali mengorbankan nyawa manusia. Justru nasib sesama yang harus kita bela dengan memberikan santunan kambing demi mempertahankan hidup yang bergizi.
Kedua, kita diperingatkan Tuhan agar kecintaan kepada dunia jangan sampai mengalahkan atau bahkan melupakan cinta kepada Tuhan, pemilik dunia dengan segala isinya.
Ketiga, ketaatan Ibrahim dan Ismail, untuk berkurban justru menambah kecintaan Tuhan kepada mereka sehingga Tuhan melipatgandakan keturunan yang unggul dan rezeki yang berlimpah. Dari Ibrahim dan Siti Sarah, lahirlah sekian banyak tokoh pemimpin umat, antara lain, nabi Musa dan nabi Isa. Dari garis Siti Hajar, lahirlah nabi Muhammad saw.
Keempat, janganlah kecintaan kita kepada anak menjadi berhala yang bersemayam di hati dan pikiran kita sehingga akan menutupi akal dan nurani untuk melihat kebenaran. Lebih jauh lagi, jangan sampai kita lupa bahwa anak adalah rahmat dan amanat yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan.
Agama mengajarkan, jika kita mencintai Tuhan maka kita akan mencintai semua makhluk-Nya tanpa memandang suku, ras, maupun agama. Sebaliknya, jika kita hanya mencintai diri dan keluarga, maka kita akan mudah tergelincir untuk selalu berpikir dan bertindak egoistis dan tidak segan-segan mengorbankan kepentingan orang lain untuk memenuhi kepentingan diri dan keluarga.
  
Anak-anakku sayang..
Demikianlah sepenggal kisah nabi Ibrahim alaihissalam. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
  اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم
وتَركْنا عليه فى الْأخِرِيْنَ. سلامٌ على إبراهيمَ. كذالك نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. إنه مِنْ عبادِنَا الْمُؤْمنين.
Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di kalangan orang-orang yang ember kemudian, yaitu “kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami ember balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

جعلَنا اللهُ وإيّاكم من العائدين والفائزين الْامنين. وادْخلَنا وإياكم من عباده الصالحين. وقلْ ربِّ اغْفرْ وارحمْ وانتَ ارحمُ الراحمين.



(dikutip dari Tanwirul Afkar, Ma’had Ali Situbondo, Benni Setiawan,
Republika 30-09-2014)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers

About Me

Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Translate