Labels

Jumat, 14 Desember 2012

MAKALAH PUASA


MAKALAH PUASA


I.        MUQODDIMAH
Puasa merupakan sarana ibadah yang paling mungkin untuk dapat melatih jiwa melawan syahwat dibandingkan  dengan ibadah-ibadah yang lain, Ashaumu Ablaghul Asya Fi Riyadhatun nafsi (‘Ianatut Thalibin, 2, 264). Dengan puasa hati dapat tersinari cahaya ilahi serta melatih raga lebih giat untuk beribadah sehingga dapat melawan syahwat atau nafsu manusia. Sebab, syahwat atau nafsu itulah yang menjadi tempat bersemainya syetan dalam diri manusia. Sehingga ada hijab atau penghalang yang membuat manusia dan Sang Khaliq, Allah AWT menjauh. Nabi bersabda:
لو لا أن الشياطين يحومون على قلوب بنى ادم لنظروا الى ملكوت السموات
            Seandainya tidak ada syetan yang mengitari hati-hati anak Adam, niscaya mereka dapat melihat alam malakut. (HR. Abu hurairoh) (Ihyau ‘Ulumid Dhin, I, 233)
Betapa teramat besar ganjaran pahala bagi orang yang berpuasa. Bila amal ibadah selain puasa bernilai sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus lipat, maka nilai ibadah puasa tiada terhingga besarnya, karena hakekat ibadah puasa teruntuk Allah, Allah sendiri yang kelak akan membalasnya, Fainnahu Li Wa Ana Ajzi Bihi (Durratun Nashihin, 13).  Ada dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, pertama bergembira saat berbuka, Farhatun ‘Inda Iftharihi, kedua bergembira saat bertemu dengan Allah kelak di akhirat, Farhatun ‘Inda Liqai Rabbihi.

II.      PENGERTIAN PUASA
Pengertian puasa secara lughowi (etimologi) adalah imsak (menahan diri) secara mutlak, menahan diri dari makan, minum, berbicara, berhias, berjima’, dan lainnya. Semua bentuk menahan diri, secara lughowi di sebut puasa.
Sedangkan puasa secara syar’i diartikan sebagai menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, disertai dengan niat dari orang yang berkewajiban melaksanakannya. Dari definisi ini puasa berarti menahan diri dari syahwat perut dan kemaluan (farji). Menahan diri dari masuknya benda konkrit ke dalam rongga badan seperti makanan, obat, dan lainnya. Dilakukan pada waktu tertentu (dari terbit fajar hingga terbenam matahari) dan oleh orang-orang tertentu yang berkewajiban melaksanakan puasa (muslim, berakal, suci dari haid dan nifas). Dilakukan dengan niat (untuk membedakan kelakuan ini antara kebiasaan dan ibadah). (al-Fiqh al- islami Wa adhillatuhu, II, 566)
Dari ketentuan di atas, mereka yang kafir, gila, belum baligh, sedang haid atau nifas, tidak sah puasanya. Karena memang tidak adak taklif (tuntutan dan kewajiban) bagi mereka. Hal ini didasarkan pada hadists:
رفع القلم عن ثلاثة منهم الصبي والمجنون والنائم
Artinya: Pena diangkat (tidak terkena beban kewajiban) dari tiga golongan; anak kecil (belum baligh), orang gila, dan orang yang sedang tidur (lupa). (HR. Abu Dawud dan Turmudzi)
Hadis ini bersifat mutlak dengan tidak ada hadis lain yang mentakhsishnya. Oleh karena itu puasa dapat dibawa ke dalam kemutlakannya.
Argumentasi kedua adalah perkataan Aisyah Ra:
كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فنؤمر بقضاء الصوم ولا بقضاء الصلاة
Artinya; Kami sedang haid di sisi Rasulullah SAW kemudian suci. Lalu kami diperintahkan untuk mengqhadla puasa dan tidak mengqhadla shalat (HR. Bukhori)

III.    SYARAT-SYARAT PUASA
Ulama mengklasifikasikan syarat-syarat puasa menjadi dua, syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib artinya, siapapun yang memenuhi syarat-syarat ini, wajib melakukan puasa. Sehingga mereka berdosa jika meninggalkan puasa secara sengaja. Lain halnya dengan syarat sah. Syarat ini menjadi unsur penentu sah tidaknya puasa. Orang yang tidak wajib melaksanakan puasa sekalipun, jika telah memenuhi syarat sah, puasanya dianggap sah. Sehingga jika syarat sah ini tidak dipenuhi, maka puasa belum dianggap sah.
Berikutnya tentang syarat wajib puasa, ulama fiqih menyebutkan tiga syarat wajib puasa. Pertama, Islam. Orang non muslim tidak wajib berpuasa, sebab mereka tidak masuk dalan kategori ahli ibadah. Kedua, mukallaf (aqil baligh). Ketiga, mampu melaksanakan puasa. Dengan demikian, mereka yang tidak mampu berpuasa seperti karena sakit atau sudah tua, tidak wajib melakukan puasa. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
وعلى الذين يطيقونه فديةٌ طعامُ مسكينٍ
Artinya: Dan wajib atas orang yang tidak mampu untuk berpuasa, membayar fidyah (tebusan). (QS. Al Baqarah: 184)
Sebagian ulama berpendapat bahwa puasa disyariatkan pada pertama kalinya diberi pilihan antara melakukan atau meninggalkan dengan membayar fidyah, sehari meninggalkan puasa memberi makan satu orang miskin. Kemudian ayat ini di nasakh (dihapus) dengan ayat:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
Artinya: barang siapa yang di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS. Al baqarah: 185)
Berbeda dengan Ibnu Abbas, menurutnya tidak ada nasikh-mansukh pada kedua ayat di atas. Yang dimaksud ayat di atas adalah para orang tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa. Beliau menafsiri ayat di atas dengan;
أي وعلى الذين يقدرون على الصوم مع الشدة والمشقة
Yaitu wajib atas orang-orang yang mampu berpuasa dengan rasa berat. (Rawai’ul Bayan Tafsiru Ayatil ahkam Min al-Qur’an: I, 209)
Selanjutnya tentang syarat sah puasa, ulama berbeda pendapat. Namun ada dua syarat sah yang disepakati oleh mereka.
1.      Niat.
Ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan niat. Pertama, wajib tabyitu al niat, yaitu berniat pada malam hari jika yang dilakukan adalah puasa  wajib. Nabi bersabda:
من لم يبيت الصيامَ قبل الفجر فلا صيام له
Artinya: Orang yang tidak berniat sebelum terbit fajar maka puasanya tidak sah. (HR. Daruqutni)
Kedua, wajib ta’yin al niat, yaitu menentukan niat bahwa puasa yang dilakukan adalah puasa fardlu. Ketiga, mementapkan niat. Bagi orang yang ragu-ragu dalam berniat puasanya tidak sah. Contohnya, “jika besok adalah bulan Ramadlan saya akan berpuasa.Tapi jika tidak maka saya akan berpuasa sunnat”. Keempat, berniat tiap hari. Imam Malik hanya mencukupkan niat satu kali, yaitu di awal bulan Ramadlan. Sedangkan hari-hari berikutnya hanya di sunnahkan saja. (Al Mizanul Kubra, II, 20)
2.      Suci sepanjang hari dari haid dan nifas.

IV.   HAL-HAL YANG MERUSAK PUASA
1.      Sesuatu yang yang dapat membatalkan puasa dan wajib qodla
a.      Makan minum dengan sengaja dan sesuatu yang dapat dikategorikan terhadap keduanya. Sebagaian ulama mengatakan bahwa suntik dan infus tidak membatalkan puasa.
b.      Muntah dengan sengaja. Ini didasarkan pada hadits:
من ذرعه فيءٌ وهو صائمٌ فلا قضاء عليه ومن استقاء فلْيقْضِ
Artinya: Barang siapa yang muntah dengan sendirinya ketika ia berpuasa, maka tidak wajib qadla (tidak batal), dan barang siapa sengaja muntah maka ia wajib mengqodlo. (HR. Abu Dawud dan Imam Turmudzi)
c.       Istimna’. Ialah mengeluarkan sperma dengan cara selain jimak (hubungan kelamin), baik yang haram, seperti onani, masturbasi dan mubasyarah (kulit ketemu kulit). Ataupun yang halal, seperti onani memakai tangan istri. Sedangkan keluar mani sebab mimpi, menghayal, melihat perempuan dengan syahwat tinggi tidak membatalkan puasa. Tapi kalau melihatnya dengan menyengaja, puasanya batal. (Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, II, 664)
2.      Sesuatu yang membatalkan puasa, wajib qodla dan kafarat (membayar denda)
Yaitu jima’ secara sengaja pada siang hari di bulan Ramadhan.Namun jima’ yang didahului oleh ifthor, misalnya sengaja membatalkan puasa dengan minum, maka tidak wajib membayar kafarat.(Al Fiqh Al Islami Wa adilatuhu, II, 667)

V.     DASAR HUKUM PUASA
1.      Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 183
يا ايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa. Sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian (QS. Al Baqarah, 183)
2.      Hadits riwayat Bukhori muslim
بنى الاسلام على خمس شهادة ان لا اله الا الله وان محمدا رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة وصوم رمضان وحج البيت .(رواه الشيخان)
Artinya: Islam dibangun berdasarkan lima pondasi. Pertama bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, Kedua mendirikan shalat, ketiga mengeluarkan zakat, keempat puasa di bulan Ramadhan, kelima pergi haji ke Baitullah.


VI.   MACAM-MACAM PUASA
1.      Puasa Wajib
a.      Puasa bulan Ramadhan
b.      Puasa Kafarat
c.       Puasa sebab nazar
2.      Puasa Sunnah
a.      Puasa hari ‘asyura dan tasu’a (puasa pada tanggal 10 dan 9 bulan muharram)
b.      Puasa Ayamul Bidl (puasa malam terang bulan tanggal 13, 14, dan 15)
c.       Puasa Arafah (pada tanggal 8, 9 bulan Dzil Hijjah)
d.      Puasa hari senin dan kamis.
e.      Puasa enam hari bulan Syawal
f.        Puasa di sebagian bulan-bulan haram (dzul qa’dah, dzul hijjah, muharram dan rajab)
g.      Puasa satu hari, berbuka satu hari
3.      Puasa Haram
a.      Puasa dua hari ‘ied, ‘iedul fitri dan ‘iedul adha
b.      Puasa tiga hari setelah ‘iedul adha (tanggal 11,12 dan 13 dzul hijjah)
c.       Puasanya seorang istri yang tidak mendapatkan izin suaminya
d.      Puasa hari syak (puasa di tanggal 30 bulan sya’ban, sementara ada kabar bahwa bulan sudah terlihat namun tidak terbukti)
4.      Puasa Makruh
a.      Puasa hari jum’at tanpa didahului atau mendahului dengan hari lain
b.      Puasa tahun baru
c.       Puasa saat hari pesta
d.      Puasa setahun penuh
Sebagian ulama tasawuf mengatagorikan puasa setahun penuh (Shaumu Addahri) sebagai puasa yang sunah. Dengan catatan ada kebaikan yang didapat oleh orang yang melakukannya;
وأرى صلاح نفسه فى صوم الدهر فليفيل ذلك فقد فعله جماعة من الصحابة والتابعين رضى الله عنهم
(Ihya Ulumiddin, I, 238-239, Kitabul Fiqh ‘alal Mazahibil Arba’ah, I, 541-559, I’anatu at Thalibin, II, 264-274)

VII. TATA CARA PUASA RAMADHAN
1.      Puasa bagi kalangan umum, shaumul ‘awam
Yaitu berpuasa dengan hanya menahan diri dari keinginan perut dan kemaluan
2.      Puasa bagi kalangan khusus, shaumul khawash
Yaitu berpuasa dengan cara bukan hanya menjaga diri dari keinginan perut dan kemaluan tapi menahan seluruh anggota tubuh untuk tidak berbuat ma’siat selama berpuasa. Cara puasa kalangan ini yaitu dengan menjaga mata dari pandangan yang dibenci oleh agama, menjaga lisan dari perbuatan ghibah, dusta, mengadu domba, menjaga telinga dari sesuatu yang tidak disenangi, menjaga perut dari kemasukan barang yang subhat ketika berbuka, dan menjaga perut dari terlalu banyak kemasukan barang halal ketika berbuka.

3.      Puasa bagi kalangan utama, shaumul khawashul khawash
Yaitu berpuasa tidak hanya dengan raga tapi dengan hati. Dengan cara menjaga hati dari keinginan-keinginan dan pikiran-pikiran duniawi

VIII.             AMALAN-AMALAN BULAN RAMADHAN
1.      Melakukan makan sahur dan mengakhirkannya
2.      Bersegera untuk berbuka, diusahakan berbuka dengan kurma.
3.      Mandi sebelum fajar bagi orang yang junud
4.      Memperbanyak shadaqah
5.      Memperbanyak membaca al-Qur’an
6.      Memperbanyak beribadah dan melakukan I’tikaf
7.      Shalat taraweh di malam-malam bulan Ramadhan
(‘Ianatu at Thalibin, II, 251-258)

IX.   HIKMAH PUASA RAMADHAN
1.      Puasa adalah bentuk kepatuhan manusia sebagai hamba untuk melaksanakan perintah Allah swt. Bila kita telah merasakan bentuk kepatuhan kita kepada Sang Pencipta maka kita telah mencapai inti tujuan dari ibadah. Allah swt berfirman:
وأمرنا لنسلم لرب العالمين
Artinya: Dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semsta alam (QS.Al An’ Am:71 )
2.      Puasa adalah madrasah, sekolah tempat mendidik jiwa agar menjadi pribadi yang sabar menanggung setiap kesulitan. Menjadikan pribadi yang mampu mengatur dan mengontrol nafsu atau keinginannya. Bukan sebaliknya, nafsu atau keinginan yang mengatur manusia sehingga manusia tidak ubahnya seperti binatang. Llah swt menyindir orang-orang yang diatur oleh nafsu atau keinginannya dalam surat Muhammad ayat 12:
و يأْكلون كما تأكل الأنعامُ والنارُ مَثْوًى لهم
Artinya: Dan mereka makan seperi makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tmpat tinggal mereka.
3.      Puasa dapat menjadikan manusia menjadi pribadi yang penuh cinta kasih kepada sesame, empati kepada kesulitan orang lain, halus lembut perasaannya, dermawan, suka menyeka air mata orang-orang yang sengsara, dan pelipur lara bagi orang-orang yang ditimpa bencana.
4.      Puasa dapat mensucikan nafsu basyariyah atau sifat kemanusiaan yang melekat dalam diri manusia dengan cara menanamkan rasa takut kepada Allah swt, baik di tempat tertutup maupun di tempat terbuka.
5.      Dapat menyehatkan badan. Ini terbukti dalam ilmu kedokteran, puasa dijadikan resep yang paling ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit, karena banyak penyakit yang datangnya dari perut. Nabi bersabda:
صوموا تصحوا
Artinya: Puasalah kamu maka kamu akan peroleh kesehatan
(Rawai’ul Bayan Tafsiru Ayati Al Ahkam, I, 217-218)


X.                  KHOTIMAH
Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada kita sehingga kita dapat berkumpul dalam jalinan ilmiah melalui program PPG. Shalawat dan salam atas paling mulyanya para utusan dan paling sempurnanya makhluk, Nabi Muhammad SAW, tidak luput teruntuk keluarga serta sahabat-sahabat beliau. Mudah-mudahan Allah memberi kemudahan kepada kita semua untuk mendapatkan syafaat nabi-Nya kelak di hari akhir.Amiiin..

1 komentar:

  1. terimakasih telah membagi artikel yang sangat bermanfaat ini. sukses selalu :)
    lihat juga makalah dari saya http://jakazulham.blogspot.com/2013/04/makalah-puasa.html

    BalasHapus

 

Followers

About Me

Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Translate